Benarlah kalau kesuksesan itu sulit diukur. Orang yang memiliki mobil pribadi, tanah dimana-mana, rumah bertingkat dua, bisnis berkembang pesat, istri cantik, anak cerdas,belum mau dikatakan sukses.
Ada orang berpendidikan tinggi dengan prestasi yang mentereng dan dihormati kaum ilmuan juga tidak ingin disebut sukses. Salah satu alasan mereka tidak mau dikatakan sukses karena masih ada hal-hal yang belum mereka capai dan belum merasa puas dengan hasil yang didapat selama ini.
Alih-alih mengukur kesuksesan orang lain, diri sendiri juga belum mau dikatakan sukses. Ya iyalah, mobil pribadi belum ada, rumah pribadi juga tidak, pacar juga belum punya, pekerjaan juga belum menjamin hari tua. Apakah kalau itu semua dicapai sudah dikatakan sukses? Aku menjawabnya dengan ragu. Belum tentu. Karena sifat dasar manusia ini gak pernah merasa puas, sampai kapanpun.
Andai bukit barisan itu menjadi tumpukan emas,dan kita diberi satu bukit emas, tentu tidak akan puas hingga memiliki semuanya.
Sukses menurut orang belum tentu sukses menurut kita, begitu pula sebaliknya dikarenakan tidak jelas alat ukurnya atau punya alat ukur yang berbeda-beda.
Terkadang makna sukses juga dimaknai sederhana. Merantau ke negeri orang, melanjutkan pendidikan dibilang sukses. Padahal yang berkata belum tahu kondisi sebenarnya bagaimana sakitnya hidup diperantauan, bagaimana kuliah dengan biaya pas-pasan. Dan orang hanya bisa mengatakan “sukses dia ya…”
Seorang teman, sebut saja namanya S. Ia selalu menyindirku dengan bertanya apakah ada lowongan pekerjaan buat dia. Aku menganggapnya sindiran karena ia cukup baik dengan pekerjaannya sekarang, jenjang karir dan posisi yang cukup strategis ia duduki. Dan ia meminta pekerjaan padaku yang bekerja di LSM, dikontrak dengan gaji yang tak seberapa. (dasar! gak bersyukur)
Selain itu, ia selalu bercerita tentang seluk beluknya mendapatkan pekerjaan hingga bisa pada posisi ueeenaak sekarang.
“Padahal aku cuma lulusan SMA loh, kok bisa ya aku kerja di sini bla bla bla…”
Aku yang lulusan S1 jadi merasa tersindir lagi. Namun begitu aku mengacungkan jempol tangan dan kaki buat dia 🙂 Semua memang didapat dengan kerja keras dan mungkin kerja dia lebih keras daripada aku.
Kini posisinya semakin menanjak dan akan ditempatkan di kantor pusat perusahaan yang berada di wilayah Jakarta. Aku tau setelah ia berkirim sms padaku.
Terlepas dari tipenya yang suka menyindir, menurutku dia itu salah satu contoh manusia yang sukses dengan pekerjaannya. Perkara puas tidak puas ia bekerja biarlah itu menjadi urusannya 🙂 Karena menurutku selama ini ia puas dan menjadi ambisinya untuk bisa berkantor di Jakarta dan saat ini ia berhasil (sukseskah itu..?)
Ah, kepalaku jadi makin gatal. Apa begitu yang dibilang sukses… Ada saran?
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.